A. Tahapan Uji
Tanah
Tanah mempunyai sifat sangat kompleks, terdiri atas komponen padatan,
cair dan udara. Ketiga komponen pembentuk tanah tersebut berinteraksi dan
selalu berubah mengikuti perubahan di atas permukaan tanah yang dipengaruhi
oleh radiasi matahari, air dan udara. Akibatnya tanah tidak pernah berada dalam
kondisi setimbang, selalu berubah dalam ruang dan waktu.
Perubahan yang selalu terjadi dalam tanah dapat dinilai keadaanya dengan
suatu metode tertentu. Dalam arti mengkuantifikasi sifat-sifat tanah untuk
memudahkan karakterisasi dan penilaian sifat-sifat tanah. Sampai
saat ini, metode yang paling sering digunakan untuk mengkuantifikasi
sifat-sifat tanah adalah uji tanah, baik untuk sifat fisik, kimia maupun
biologi tanah.
Uji tanah adalah cara penentuan status unsur hara di dalam tanah dan
sifat fisik tanah secara cepat dan akurat serta dapat diulang dengan analisis
sifat fisik dan kimia tanah. Hasil uji tanah dapat digunakan sebagai dasar
rekomendasi pemupukan maupun reklamasi lahan secara efisien, rasional dan menguntungkan.
Uji tanah untuk menilai kualitas tanah diwakili oleh sebongkah contoh tanah
utuh atau sekantong contoh tanah komposit. Oleh karena itu, pengambilan contoh
tanah di lapang merupakan tahapan penting dalam penetapan sifat fisik dan kimia
tanah di laboratorium.
Kesalahan dalam pengambilan contoh tanah di lapang merupakan salah satu
sumber kesalahan yang besar terhadap hasil uji tanah.
B. Pengambilan
Contoh Tanah
1. Areal Pengambilan Contoh Tanah
Contoh tanah yang diambil harus mewakili lahan yang akan dikembangkan
atau sedang dievaluasi. Pengambilan contoh tanah harus dengan cara yang
benar, agar penyusunan rekomendasi pemupukan dapat dilakukan dengan tepat dan
akurat. Hasil uji tanah tidak akan bermanfaat apabila contoh tanah yang diambil
tidak mewakili areal yang sedang dievaluasi dan pengambilannya tidak dengan
cara yang benar.
2. Saat pengambilan contoh tanah
Contoh tanah dapat diambil setiap saat, namun tidak boleh dilakukan
beberapa hari setelah pemupukan. Secara umum, pada lahan yang tidak intensif
diusahakan, contoh tanah dapat diambil empat tahun sekali. Sebaliknya pada
lahan yang diusahakan secara intensif, contoh tanah perlu diambil paling
sedikit satu tahun sekali.
3. Cara pengambilan contoh tanah
Sebelum melakukan pengambilan contoh tanah, sebaiknya memperhatikan
keseragaman areal atau hamparan. Pada areal yang akan diambil contoh tanahnya,
diamati dahulu keadaan topografi, tekstur, warna tanah, pertumbuhan tanaman,
penggunaan tanah, input (pupuk organik dan anorganik, kapur, dan sebagainya),
dan rencana pertanaman yang akan datang. Berdasarkan pengamatan tersebut dapat
ditentukan satu hamparan yang relatif homogen, yaitu tidak dicirikan oleh
perbedaan-perbedaan yang nyata, seperti warna tanah dan pertumbuhan tanaman
(Balai Penelitian Tanah, 2004). Keterangan tentang kondisi areal
atau hamparan tempat pengambilan contoh tanah sebaiknya dicatat. Informasi
tersebut ditambah dengan keterangan tentang tujuan pengambilan contoh
tanah, sistem irigasi yang ada di lokasi, dan penggunaan serta pola tanam
sangat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rekomendasi
pemupukan.
Untuk keperluan evaluasi kesuburan lahan, maka contoh tanah yang
diperlukan adalah contoh tanah komposit:
1. Contoh tanah komposit
adalah contoh tanah campuran dari 10—15 contoh tanah individu. Satu contoh
tanah komposit mewakili hamparan yang homogen sekitar 10—15 ha. Pada lahan
miring dan bergelombang, satu contoh tanah komposit mewakili areal sekitar 5
ha tergantung kemiringan lereng.
2. Pada lahan datar,
tentukan tempat/titik pengambilan contoh tanah individu, dengan cara
sistematik, seperti sistem diagonal atau zig-zag atau acak (Gambar 1).
3. Pada lahan berlereng, pengambilan contoh tanah
seperti pada Gambar 2.
4. Bersihkan permukaan tanah dari rumput, batu
atau kerikil, dan sisa tanaman atau bahan organik segar/serasah.
5. Cangkul tanah sedalam lapisan olah (20 cm).
Pada sisi bekas cangkulan tersebut diambil contoh tanah setebal 1,5 cm dengan
menggunakan skop. Apabila menggunakan bor tanah, maka di setiap titik
pengambilan dibor sedalam 20 cm (Gambar 3).
6. Campur dan aduk contoh tanah individu (10—15
contoh) dalam satu tempat (ember, baskom atau plastik), kemudian dibersihkan
dari sisa akar tanaman. Selanjutnya ambil kira-kira 1 kg. Masukkan ke dalam
kantong plastik dan beri label atau keterangan. Campuran ini merupakan contoh
tanah komposit.
7. Contoh tanah tidak boleh diambil dari pematang,
selokan, bibir teras, tanah tererosi, sekitar rumah dan jalan, bekas pembakaran
sampah atau sisa tanaman atau jerami, bekas penimbunan pupuk, kapur atau bahan
organik.
4. Kedalaman pengambilan contoh tanah
Kedalaman pengambilan contoh tanah tergantung tujuan pengambilan
1. Untuk evaluasi
keharaan, contoh tanah umumnya diambil pada daerah perakaran, sekitar 20 cm
untuk analisis P, N-NO3, N-NH4, S, dan unsur mikro yang
berkorelasi dengan hasil tanaman dan serapan hara.
2. Pada lahan irigasi,
selain di daerah perakaran, contoh tanah sebaiknya juga diambil pada kedalaman
antara 60-100 cm, terutama untuk memonitor pencucian N-NO3 dan salinitas.
5. Alat-alat yang diperlukan
1. Peralatan yang digunakan untuk mengambil contoh
tanah harus bersih, bebas dari karat.
2. Untuk analisis unsur mikro sebaiknya menggunakan
peralatan dari stainless steel.
3. Peralatan tidak terkontaminasi
bahan-bahan yang dapat mempengaruhi hasil uji misalnya pupuk anorganik dan
pupuk organik atau bahan lainnya.
4. Peralatan yang umum digunakan setidaknya adalah
cangkul, skop, pisau, bor tanah, ember/baskom, kantong plastik, dan kotak contoh.
5. Kantong plastik yang
digunakan harus baru.
6. Penanganan contoh tanah
1. Contoh tanah harus dikering-anginkan dalam
waktu 12 jam setelah diambil untuk mencegah terjadinya mineralisasi bahan
organik oleh mikroba.
2. Pengeringan dapat juga
dilakukan dengan oven pada suhu 30 oC.
C. Penetapan pH tanah
Salah satu sifat fisiologik dari larutan tanah adalah reaksinya. Jasad mikro
dan tanaman memberikan respon nyata terhadap lingkungan kimia tanah, reaksi
tanah, dan faktor-faktor yang berkaitan dengan reaksi tersebut. Keadaan masam
umumnya dijumpai pada daerah-daerah dengan curah hujan tinggi. Dalam keadaan
demikian basa-basa mudah tercuci dari kompleks serapan. Sebaliknya, kealkalian
terjadi bila dijumpai kejenuhan basa yang tinggi. Adanya
garam-garam, terutama Ca, Mg dan Na karbonat menyebabkan ion hidroksi dijumpai
dalam jumlah banyak dalam larutan tanah. Tanah bereaksi basa merupakan tanah
khas daerah kering dan agak kering. Hilangnya Ca dan Mg dari permukaan serapan karena
pencucian, menyebabkan pH tanah berangsur-angsur menjadi lebih masam. Akibatnya
di daerah basah (curah hujan tinggi), jumlah Ca-dd dan Mg-dd nyata berkorelasi
dengan pH tanah. Apabila pH tanah mineral rendah, sejumlah Al, Fe dan Mn
menjadi larut sehingga dapat meracuni tanaman. Pada daerah kering terdapat
hubungan nyata antara pH dengan Na-dd. Kekurangan Fe dan Mn hanya terjadi pada
tanah pasir yang dikapur terlalu banyak atau di tanah alkalin di daerah kering.
Aktifitas P tanah berbanding terbalik dengan pH tanah. Akibat menurunnya
pH tanah, aktifitas Fe, Al, dan Mn akan meningkat. P tanah diikat sebagai
senyawa kompleks Fe, Al, dan Mn yang tidak larut dalam air dan tidak tersedia
untuk tanaman. Fiksasi meningkat jika pH <5 pada=""
ph="">7,0 senyawa Ca-P kompleks yang tidak larut dalam air
terbentuk. Oleh karena itu, korelasi antara tersedianya P dengan reaksi tanah
pada kisaran pH 6—7 perlu diperhatikan. Pada kisaran pH tersebut fiksasi P
sangat minim, sehingga ketersediaannya maksimum. Secara ringkas hubungan antara
pH tanah dengan ketersediaan unsur hara disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Unsur hara tanaman yang mungkin kahat dalam
hubungannya
dengan pH tanah.
pH tanah
|
Unsur hara
yang mungkin kahat
|
4 - 5
|
Mo, Cu, Mg, B, Mn, S, N, P,
K
|
5 - 6
|
Mo, Mg, S, N, P, K, Ca
|
6 - 7
|
Mg
|
7 - 8
|
Cu, B, Fe, Mn, Zn
|
8 - 9
|
Cu, B, Fe, Mn, N, Zn
|
9 -10
|
Cu, Fe, Mn, Mg, Ca, Zn
|
Adanya korelasi antara pH tanah dengan ketersediaan unsur hara dalam
tanah dan kebutuhan kapur menjadikan penetapan pH tanah menjadi pekerjaan
rutin. Cara penetapan pH tanah adalah mudah, sangat cepat dan akurat.
1. Penetapan
pH tanah cara elektrometrik
Cara pengukuran pH yang akurat adalah dengan pH-meter di laboratorium.
Melalui metode elektrometrik, yaitu kadar ion hidrogen dalam larutan tanah
dibandingkan terhadap suatu baku elektrode hidrogen.
2. Penetapan
pH tanah metode warna
Penetapan pH tanah metode warna sangat sederhana dan mudah, tetapi kurang
akurat dibandingkan dengan cara elektrometrik. Cara ini menggunakan berbagai
indikator sebagai petunjuk pH. Berbagai indikator pH akan berubah warna jika pH
tanah berubah. Titik perubahan warna digunakan untuk memperkirakan pH tanah.